Tuesday 26 January 2016

(Bag. 02) Aku, Khansa dan Kuala Lumpur



Aku, Khansa dan Kuala Lumpur
Oleh : Andi Himyatul Hidayah

… Ya Allah, segala yang aku cintai yang telah
Engkau karuniakan kepadaku, jadikanlah itu
sebagai kekuatanku untuk melakukan hal-hal
yang Engkau sukai … “ (HR At-Tirmidzi)

(Bagian Kedua dari Tiga Tulisan)



Baca Bagian Pertama : DI SINI
--------------------------------------


Kuala Lumpur dan Keputusan Memindahkan Khansa di SIKL

Suamiku yang kebetulan mendapatkan kesempatan melanjutkan studi PhD-nya di salah satu Universitas ternama di Kuala Lumpur Malaysia melengkapi kesunyianku. Beberapa tahun sebelumnya aku rela melepas kedua putra-putri tertuaku (Raihan dan Ghariza) yang harus ‘mondok’ di Pesantren hafidz Al-Qur’an milik keluarga Almarhum Anregurutta Lanre Said. Aku tentu dapat menghubungi dan mengunjungi mereka kapan saja, 

Namun, keutuhan dan kebersamaan anggota keluarga dalam satu rumah menjadi harapan indah terutama buat sang ibu. Tapi waktu terus berjalan, dan akan ada masa dimana orang tua harus ikhlas melepas buah hatinya karena alasan menuntut ilmu di tempat lain misalnya. Anak-anak akan pergi meninggalkan rumah satu per satu adalah hal yang merisaukanku, tapi sesuatu yang tidak mungkin kuhindari. Pada waktunya anak-anak akan pergi untuk menjemput masa depannya sendiri.

Keputusan suamiku memboyong Khansa ke Kuala Lumpur awalnya cukup merisaukanku. Aku tentu tidak membiarkan Khansa meninggalkanku di usianya yang  masih sangat belia, sekalipun suamiku ada disampingnya. Bila aku menyertainya akan memberatkan langkahku karena harus menjauh dari putra-putri tertuaku yang tengah belajar di Pondok Pesantren. 

Namun, aku pun akhirnya menyambut keputusan suamiku, menyekolahkan Khansa (kelas III SD) di Kuala Lumpur Malaysia, sekalipun keputusan itu sedikit terburu-buru. “Khansa akan punya pengalaman baru, lagi pula biaya sekolah di sana masih cukup terjangkau. SIKL (Sekolah Indonsia Kuala Lumpur) adalah sekolah Indonesia milik KBRI di Malaysia dimana kurikulumnya sama dengan Sekolah di Indonesia”, kata suamiku meyakinkanku. Aku kemudian menyanggupinya dengan harapanku Khansa akan mendapatkan kesempatan. Kesempatan untuk  berinteraksi dengan teman-teman baru, pengalaman-pengalaman baru dari lingkungan yang berbeda sebagai bekal untuk masa depannya nanti. Lagi pula di saat yang bersamaan kehadiranku akan turut membantu suamiku untuk kelancaran studinya.

Di penghujung September 2012, aku, Khansa dan kedua bocah kembarku (‘Ali dan ‘Ulayyah) bertolak ke Kuala Lumpur. Aku berharap Kuala Lumpur menyambutku yang tidak pernah kubayangkan kelak kami akan tinggal di kota ini. Berada di lingkungan yang secara kultural tidak begitu berbeda dengan kota asal kami sedikit melegakanku. Aku hanya berharap proses kepindahan Khansa ke sekolah barunya dapat berjalan mulus.

Memasukkan anak di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (Indonesian School of Kuala Lumpur) sebetulnya bukan hal yang mudah. Seorang calon peserta didik harus melalui proses testing dan memenuhi persyaratan administrasi. Tapi kami beruntung karena semua persyaratan yang diperlukan telah kami penuhi. Status suamiku sebagai pemegang student visa menjadi salah satu jalan mulus buat Khansa. Karena kuota siswa yang terbatas untuk SIKL termasuk pertimbangan urusan visa tinggal, maka prioritas diberikan kepada anak-anak yang orangtuanya adalah pekerja profesional, ekspatriat, pelajar asal Indonesia atau anak dari orang tua pemegang IC merah/ IC biru (permanent resident). 

Sekalipun SIKL tetap mengikuti standar kurikulum seperti halnya sekolah di Indonesia, tapi sekolah ini memiliki banyak keunggulan dibanding sekolah yang sama di tanah air. SIKL sebagai pusat kegiatan pendidikan dan kebudayaan masyarakat Indonesia di Malaysia dibina oleh tenaga-tenaga pendidik yang memiliki standar kompetensi yang tidak diragukan. Semua satuan pendidikan SD, SMP dan SMA di bawah binaan SIKL terakreditasi A oleh BAN S/M (Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah). Instrumen ini penting buat orang tua dalam mendapatkan layanan pendidikan yang baik buat putra-putrinya.

Sekalipun kami harus mengeluarkan biaya untuk proses kepindahan Khansa di SIKL, tapi kami cukup puas dengan layanan pendidikan dan pengajaran dari pihak sekolah. Sesuatu yang patut menjadi contoh buat sekolah-sekolah kita di Indonesia. Dalam upaya meningkatkan wawasan dan keilmuan peserta didik misalnya, SIKL secara rutin menyelenggarakan kegiatan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) bagi siswa berupa kegiatan luar sekolah dengan mengunjungi tempat-tempat yang menjadi sumber pembelajaran siswa. 

Disamping itu, Khansa sangat menikmati program kelas tambahan gratis di luar jam sekolah (ekstrakokurikuler) untuk seni rupa dan bahasa Inggeris yang disediakan oleh pihak sekolah. Ada banyak pilihan lainnya antara lain : bela diri, seni musik dan seni tari. Kami sangat apresiatif dengan kegiatan ekstrakokurikelr ini yang merupakan pilihan bebas bagi siswa. Walaupun kadang-kadang bisa dibatasi sampai tiga pilihan. 

Sudah menjadi tugas rutin untukku mengurus semua keperluan Khansa, termasuk membimbingnya ketika mengerjakan tugas-tugas sekolah. Hanya sesekali menggantikan suamiku mengantar atau menjemput sekolah bila suamiku tidak sempat karena kegiatan studinya. Untuk urusan ini aku hanya mengandalkan komuter (train) sekalipun aku harus jalan kaki sejauh satu kilometer menuju stasiun kereta. Dua bocah kecil yang berumur 4 tahun, si kembar, selalu setia menjadi pengawalku. 

Berada di lingkungan SIKL serasa berada di negeri sendiri. Kebersamaan ibu-ibu SIKL (orang tua siswa) terlihat akrab satu sama lain meskipun mereka punya latar belakang yang berbeda-beda. Keakraban yang sangat ‘indonesia’, walaupun tidak sedikit dari mereka sudah cukup lama bermukim di Malaysia. Kafetaria yang letaknya di halaman depan SIKL kerap menjadi tempat pertemuan ibu-ibu SIKL di saat menunggu anak-anak mereka pulang sekolah. Berbagi suka dan duka adalah hal yang lumrah.

Meskipun baru dalam hitungan bulan, aku sangat gembira dengan kemajuan yang dialami putriku, Khansa. Tidak hanya pada prestasi belajarnya, tapi juga pada kedisiplinannya, terutama dalam menjaga waktu-waktu shalatnya. Berada di negeri rantau yang tidak segalanya mudah, turut membentuk kepribadian putriku.

Bersambung ke Bagian Ketiga : BACA DI SINI

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.