Hal yang Ingin Saya Ketahui dari Maryam Jameelah
Oleh Andi Himyatul Hidayah
Membicarakan Maryam Jameelah
mengingatkan saya pada resensi ‘misterius’ dari salah satu buku karya Jameelah
yang diterjemahkan ke dalam edisi Bahasa Indonesia, Islam Labuhan Hati. Resensi
terhadap sebuah buku lama yang disodorkan oleh suami untuk dapat saya revisi. Memang
menarik. Tokoh muslimah satu ini cukup menginspirasi, setidaknya pada pergolakan
pemikirannya sebagai seorang perempuan muallaf yang nyaris tiada henti. . Saya
pun ‘berselancar’ menelusuri biografi singkat Maryam Jameelah (Short Biography of
Maryam Jameelah) dari berbagai sumber, dan berusaha meletakkan ‘neraca’
pemikiran saya pada posisi yang positif. Termasuk pada resensi misterius itu.
Maryam Jameelah yang semula bernama Margeret Marcus lahir
pada tanggal 23 Mei 1934 di New Rochelle, New York, Amerika Serikat. Margaret
Marcus (Maryam Jameelah) berasal dari keluarga Yahudi dan dibesarkan di
lingkungan sekuler. Ia mulai mengembangkan ketertarikannya dalam bidang agama
di usianya yang kesembilan belas ketika
menjadi mahasiswa di New York University.
Maryam Jameelah mulai berpaling mencari informasi tentang
agama lain setelah dia gagal menemukan bimbingan rohani di lingkungan
sekitarnya. Pencariannya kemudian mengantarkannya ke dalam kontak dengan
berbagai ajaran spiritual, sekte, dan agama-agama dunia.
Baru pada tahun 1954 ia mulai tertarik mengenal dan
mempelajari Islam lebih serius. Maryam kemudian sangat terkesan dengan karya
Marmaduke Pickthall; The Meaning of the
Glorious Koran dan beberapa karya Muhammad Asad yang mengantarkannya ke
jalan pertobatan dari Yudaisme ke Islam. Jameelah menyebut The Road to Mecca and Islam at Crossroads karya Muhammad Asad
sebagai pengaruh penting pada keputusannya untuk menjadi muslimah.
Melalui kesungguhannya mempelajari dan mengembangkan
pemahamannya terhadap Islam, ia kemudian menjadi pembicara vokal dalam membela
keyakinan Muslim terhadap kritik Barat termasuk kepeduliannya terhadap ketertindasan muslim seperti yang terjadi di Palestina.
Pandangannya itu menciptakan
banyak ketegangan dalam kehidupan pribadinya, tapi dia terus berusaha meredamkannya.
Maryam memeluk Islam di New York pada tanggal 24 Mei 1961,
segera setelah ia mulai menulis untuk
The Muslim Digest of Durban, jurnal Islam yang terbit di Afrika Selatan. Melalui artikel-artikelnya
Maryam berusaha untuk menegakkan kebenaran agama secara kritis melalui
pandangan murni Islam. Dari sinilah kemudian Maryam mengenal tokoh Mawlana Sayyid
Abu Ala Mawdudi, pendiri Jamaati Islami (Partai Islam) Pakistan. Mawlana Sayyid
Abu Ala Mawdudi
adalah juga kontributor yang aktif menulis untuk jurnal tersebut.
Jameelah terkesan dan mulai menemukan kesesuaian dengan
pandangan-pandangan Mawdudi. Ia pun menjalin korespondensi dengan tokoh Islam
ini. Surat-surat mereka antara tahun 1960 dan 1962 kemudian diterbitkan dengan
judul Correspondences between Maulana
Mawdoodi and Maryam Jameelah (Korenpendensi antara Maulana Mawdoodi dan
Maryam Jameelah). Buku tersebut membahas berbagai masalah dari wacana antara
Islam dan Barat hingga pergolakan spiritual Maryam Jameelah.
Pada tahun 1962 Jameelah melakukan perjalanan ke Pakistan
atas saran Mawdudi dan bergabung dengan keluarganya di Lahore. Dia kemudian
menikah dengan Muhammad Yusuf Khan sebagai istri kedua (istri poligami).
Sejak
menetap di Pakistan, Jameelah dengan sangat mengesankan telah menulis sejumlah
judul buku. Karya-karya Maryam Jameelah
secara sistematis dibayang-bayangi oleh ideologi Jamaati Islami. Meskipun secara resmi Jameelah tidak pernah bergabung
dengan partai, namun Ia menjadikan Jamaati Islami sebagai salah satu ideologi
utamanya.
Dia
telah sangat concern (peduli) dengan perdebatan antara Islam dan Barat. Sesuatu
yang penting dan telah menjadi aspek
pemikiran Mawdudi meskipun pada akhirnya Jameelah tidak secara keseluruhan
sejalan dengan pemikiran Mawdudi.
Pandangannnya di seputar perdebatan antara Islam dan Barat
tidak terletak pada kekuatan pengamatannya, tetapi dalam cara dimana Jameelah mengartikulasikan
sebuah paradigma internal yang konsisten pada penolakan revivalisme yang
diadopsi dari Barat. Dalam hal ini, pengaruh pemikiran Jameelah telah menjadi
hal penting dalam perkembangan dunia Muslim yang melampaui Jamaati Islami.
Belakangan logika pendekatan diskursifnya telah menyebabkan Jameelah jauh dari revivalisme dan Jamaati Islami. Ia telah menjauhkan dirinya dari penafsiran revivalist dan bahkan mengkritik mentornya Mawdudi untuk asimilasi (perpaduan) terhadap konsep modern ke dalam ideologi Jamaati Islami. Tulisan-tulisannya dalam beberapa tahun terakhir mewujudkan perubahan dalam orientasi dan mengungkapkan pengaruh Islam tradisional.
Selama
di Lahore Maryam
Jameelah terus menulis pada pemikiran Islam dan problematika kehidupan. @ Andi Himyatul Hidayah
*************************
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.