Tuesday 4 February 2014

Hal yang Ingin Saya Ketahui dari Maryam Jameelah

Hal yang Ingin Saya Ketahui dari Maryam Jameelah
Oleh Andi Himyatul Hidayah


Membicarakan Maryam Jameelah mengingatkan saya pada resensi ‘misterius’ dari salah satu buku karya Jameelah yang diterjemahkan ke dalam edisi Bahasa Indonesia, Islam Labuhan Hati. Resensi terhadap sebuah buku lama yang disodorkan oleh suami untuk dapat saya revisi. Memang menarik. Tokoh muslimah satu ini cukup menginspirasi, setidaknya pada pergolakan pemikirannya sebagai seorang perempuan muallaf yang nyaris tiada henti. . Saya pun ‘berselancar’ menelusuri biografi singkat Maryam Jameelah (Short Biography of Maryam Jameelah) dari berbagai sumber, dan berusaha meletakkan ‘neraca’ pemikiran saya pada posisi yang positif. Termasuk pada resensi misterius itu.

Maryam Jameelah yang semula bernama Margeret Marcus lahir pada tanggal 23 Mei 1934 di New Rochelle, New York, Amerika Serikat. Margaret Marcus (Maryam Jameelah) berasal dari keluarga Yahudi dan dibesarkan di lingkungan sekuler. Ia mulai mengembangkan ketertarikannya dalam bidang agama di usianya yang kesembilan belas  ketika menjadi mahasiswa di New York University.

Maryam Jameelah mulai berpaling mencari informasi tentang agama lain setelah dia gagal menemukan bimbingan rohani di lingkungan sekitarnya. Pencariannya kemudian mengantarkannya ke dalam kontak dengan berbagai ajaran spiritual, sekte, dan agama-agama dunia.

Baru pada tahun 1954 ia mulai tertarik mengenal dan mempelajari Islam lebih serius. Maryam kemudian sangat terkesan dengan karya Marmaduke Pickthall; The Meaning of the Glorious Koran dan beberapa karya Muhammad Asad yang mengantarkannya ke jalan pertobatan dari Yudaisme ke Islam. Jameelah menyebut The Road to Mecca and Islam at Crossroads karya Muhammad Asad sebagai pengaruh penting pada keputusannya untuk menjadi muslimah.

Melalui kesungguhannya mempelajari dan mengembangkan pemahamannya terhadap Islam, ia kemudian menjadi pembicara vokal dalam membela keyakinan Muslim terhadap kritik Barat termasuk kepeduliannya terhadap ketertindasan muslim seperti yang terjadi di Palestina. Pandangannya itu menciptakan banyak ketegangan dalam kehidupan pribadinya, tapi dia terus berusaha meredamkannya.

Maryam memeluk Islam di New York pada tanggal 24 Mei 1961, segera setelah  ia mulai menulis untuk The Muslim Digest of Durban, jurnal Islam yang terbit di  Afrika Selatan. Melalui artikel-artikelnya Maryam berusaha untuk menegakkan kebenaran agama secara kritis melalui pandangan murni Islam. Dari sinilah kemudian Maryam mengenal tokoh Mawlana Sayyid Abu Ala Mawdudi, pendiri Jamaati Islami (Partai Islam) Pakistan. Mawlana Sayyid Abu Ala Mawdudi adalah juga kontributor yang aktif menulis untuk jurnal tersebut.

Jameelah terkesan dan mulai menemukan kesesuaian dengan pandangan-pandangan Mawdudi. Ia pun menjalin korespondensi dengan tokoh Islam ini. Surat-surat mereka antara tahun 1960 dan 1962 kemudian diterbitkan dengan judul Correspondences between Maulana Mawdoodi and Maryam Jameelah (Korenpendensi antara Maulana Mawdoodi dan Maryam Jameelah). Buku tersebut membahas berbagai masalah dari wacana antara Islam dan Barat hingga pergolakan spiritual Maryam Jameelah.

Pada tahun 1962 Jameelah melakukan perjalanan ke Pakistan atas saran Mawdudi dan bergabung dengan keluarganya di Lahore. Dia kemudian menikah dengan Muhammad Yusuf Khan sebagai istri kedua (istri poligami).

Sejak menetap di Pakistan, Jameelah dengan sangat mengesankan telah menulis sejumlah judul buku.  Karya-karya Maryam Jameelah secara sistematis dibayang-bayangi oleh ideologi  Jamaati Islami. Meskipun  secara resmi Jameelah tidak pernah bergabung dengan partai, namun Ia menjadikan Jamaati Islami sebagai salah satu ideologi utamanya.

Dia telah sangat concern (peduli) dengan perdebatan antara Islam dan Barat. Sesuatu yang penting  dan telah menjadi aspek pemikiran Mawdudi meskipun pada akhirnya Jameelah tidak secara keseluruhan sejalan dengan pemikiran Mawdudi.

Pandangannnya  di seputar perdebatan antara Islam dan Barat tidak terletak pada kekuatan pengamatannya, tetapi  dalam cara dimana Jameelah mengartikulasikan sebuah paradigma internal yang konsisten pada penolakan revivalisme yang diadopsi dari Barat. Dalam hal ini, pengaruh pemikiran Jameelah  telah menjadi  hal penting dalam perkembangan dunia Muslim  yang melampaui Jamaati Islami.

Belakangan logika pendekatan diskursifnya  telah menyebabkan Jameelah jauh dari revivalisme dan Jamaati Islami. Ia telah menjauhkan dirinya dari penafsiran revivalist dan bahkan mengkritik mentornya Mawdudi untuk asimilasi (perpaduan) terhadap konsep modern ke dalam ideologi Jamaati Islami. Tulisan-tulisannya dalam beberapa tahun terakhir mewujudkan perubahan dalam orientasi dan mengungkapkan pengaruh Islam tradisional.

Selama di Lahore Maryam Jameelah terus menulis pada pemikiran Islam dan problematika kehidupan. @ Andi Himyatul Hidayah

*************************

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.