Thursday 24 December 2015

Sejarah Singkat Pengobatan dan Perkembangan Awal Bidang Kefarmasian



Bagian Kedua :
MENCERMATI PENGEMBANGAN SEDIAAN FARMASI
DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN
TUNTUNAN SYARIAT ISLAM

Oleh :
Surya Amal
Himyatul Hidayah
(Prodi Farmasi FIK Universitas Darussalam Gontor)

-------------------------------

B.   Sejarah Singkat Pengobatan dan Perkembangan Awal Bidang Kefarmasian

Pengobatan yang semula menjadi tradisi penyembuhan dari penyakit yang diderita oleh seseorang telah berjalan ribuan tahun, bahkan diperkirakan telah bersamaan dengan keberadaan manusia di alam semesta.  Pada awalnya kemampuan mengobati dan meracik obat dipegang oleh satu orang dan praktiknya dijalankan secara spekulatif, dipengaruhi oleh tahyul dan perdukunan (occultism). Ilmu Pengobatan ketika itu belum didasarkan atas pengetahuan anatomi, farmakologi dan ilmu farmasi lainnya. Pengetahuan tabib dan pengobatan kemudian berkembang di Yunani, Mesir, Cina, India dan berbagai wilayah di Asia. Di Yunani kuno misalnya, mereka semula hanya percaya pada pendeta sebagai orang yang dianggap mampu menjaga kesejahteraan rohani dan jasmani rakyat, tentu termasuk pada penyembuhan. Lambat laun peran ini diambil tabib, yang memperoleh ilmu pengobatan secara intuitif dan empiris. (Pane, A.H. 2000)

Di zaman Yunani Kuno (ancient greek) terdapat seorang tabib yang namanya melegenda dan sangat dikagumi oleh Hippocrates yakni Aesculapius (Asclepius). Beliau diyakini sebagai putra Apollo dan Chronis. Dalam profesinya sebagai tabib Aesculapius kerap dibantu oleh dua orang putrinya yakni Hygieia dan Panacea. Tokoh-tokoh inilah yang meginspirasi Hippocrates, ketika beliau mencetuskan simbol kedokteran dan farmasi. Simbol kedokteran dengan tongkat dan ular diambil dari ciri Aesculapius yang digambarkan membawa tongkat yang dililit ular. Sedangkan simbol farmasi dengan cawan dan ular sebagaimana Hygieia (putri Aesculapius) digambarkan membawa cawan (media meracik obat) yang kerap antara lain menggunakan bisa ular.

Pada tahun 400 SM berdiri sekolah kedokteran dengan alumninya yang terkenal, Hippocrates, tokoh yang disebutkan di atas. Hippocrates yang kemudian dikenal sebagai Bapak Kedokteran, merasionalisasikan ilmu pengobatan dan meningkatkan profesi tabib pada taraf etik yang tinggi. Kemudian muncul tokoh Yunani lain bernama Galenus, seorang ahli meracik obat dari sari pati tumbuhan, sehingga keterampilan meracik obat dari sari pati tumbuhan ini kemudian dikenal dengan istilah Galenika.

Perkembangan Ilmu dan Profesi Kefarmasian di Eropa ditandai ketika Kaisar Jerman Frederick II pada tahun 1240 mengeluarkan maklumat untuk memisahkan farmasi dari kedokteran, sehingga masing-masing ahli mempunyai kesadaan, standar etik, pengetahuan dan keterampilan sendiri. Maklumat ini dikenal dengan “The Magna Carta of Pharmacy” yang berisi tiga keputusan. Dengan maklumat ini maka keahlian farmasi menjadi profesi resmi yang terpisah dari kedokteran, namun tetap mempunyai tujuan yang sama menolong orang sakit dan meningatkan kesehatan manusia. Walaupun dari berbagai catatan sejarah diketahui bahwa kemajuan Arab Islam di Abad Pertengahan menunjukkan pemisahan praktek kefarmasian dari medis, terutama di kota Baghdad.  

Pengaruh Farmasi Arab Islam

Farmasi Islam (Saydanah), yang merupakan seni mempersiapkan dan meracik obat, sudah mulai dikenal di Jazirah Arab sejak abad kedelapan. Apotik disebut dalam bahasa Arab sebagai Saydanah dan apoteker disebut dengan as-saydanani atau as-saydalani. Aspek dan pengaruh Arab Islam dalam kebanyakan penulisan barat tentang sejarah kedokteran dan farmasi seringkali tidak dinyatakan. Sedangkan pada hakikatnya pencapaian sains dan budaya dunia Arab Islam begitu banyak mempengaruhi profesi serta sumbangan pustaka farmasi di barat yang wujud hingga hari ini. (Pane, A. H., 2000; Zakaria Virk).

Sejarah kedokteran (juga farmasi) Arab dapat dibagi menjadi tiga tahap: Yunani ke Arab, Arab, dan Arab ke dalam bahasa Latin. Tahap pertama "Yunani ke Arab" dimulai pada abad kedelapan saat Islam meliputi hampir dua-pertiga dari dunia yang dikenal. Ini adalah periode penerjemahan naskah ilmiah dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Khalifah Baghdad ketika itu menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani, dan pada masa pemerintahan al-Ma'mun dimana Institusi "The House of Wisdom" didirikan untuk tujuan ini. Yang paling terkenal dari semua penerjemah adalah Hunayn Ibn-Is'haq. Dia dan timnya  telah menerjemahkan sejumlah besar naskah medis oleh Hippocrates dan Galen, karya filosofis oleh Plato dan Aristoteles, dan karya matematika oleh Euclid dan Archimedes. Rumah sakit dan sekolah kedokteran berkembang selama periode itu, pertama di Baghdad dan kemudian di kota-kota provinsi utama. (Saad, B. 2014; Huguet, T. dan Termes. 2008)

Kecemerlangan Arab Islam di abad pertengahan itu menjadi bukti kegigihan mereka dalam membangun peradaban melalui ilmu pengetahuan. Berikut dapat kita lihat alur transformasi ilmu pengetahuan terutama yang berkenaan dengan kedokteran dan farmasi.


Figure  : Development of Greco-Arab and Islamic medicine (Source : Saad, B. 2014)

Setelah periode pertama penerjemahan, dimana karya-karya utama dari Galen dan Hippocrates telah dapat ditemukan dalam literatur yang berbahasa Arab. Pada fase ini umat Kristiani  kehilangan monopoli mereka berkenaan dengan obat-obatan, Beberapa Ilmuan Muslim justru meraih Ilmu kedokteran dan pengobatan sejajar dengan Ilmuan-Ilmuan Yunani yang terkemuka ketika itu, dan bahkan berdiri jauh di atas pendahulunya. (Saad, B. 2014; Muazzam, M.G. 1989). Beberapa ulama terkenal dari ilmu kedokteran Arab adalah: Al Tabbari (838-870), Al Razi (Rhazes) (846- 930), Al Zahrawi (930-1013), Ibnu Sina (980-1037), Ibnu Al Haitham (960 -1040), Ibnu Al Nafees (1213-1288), dan Ibnu Khaldun (1332-1395). 

Pada perkembangan selanjutnya di Barat, dimana sebagian besar warisan medis Barat berasal dari literatur Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Penerjemahan literatur Arab ke dalam bahasa Latin  dilakukan pertama kali  di Toledo, serta di daerah Italia selatan Salerno. Berkat penerjemahan ini farmakologi Islam mewarnai teks medis Eropa dari abad 13 hingga abad ke-19. Meskipun demikian,  seperti studi oleh Danielle Jacquart dan Albert Dietrich, yang menurutnya masih terdapat kesenjangan besar mengenai isu-isu kunci yang berkaitan dengan penerimaan farmakologi Islam dan farmasi di Barat. (Huguet, T. dan Termes. 2008). Hal ini tentu menjadi menarik untuk dicermati, terutama dalam perkembangan farmasi pada dekade terakhir ini. Merekonstruksi sejarah masa silam menghidupkan konsep-konsep dasar di atas mana peradaban Islam yang pernah dibangun.


BERSAMBUNG KE BAGIAN KETIGA

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.