Bagian Kedua :
MENCERMATI PENGEMBANGAN SEDIAAN FARMASI
DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN
TUNTUNAN SYARIAT ISLAM
Oleh
:
Surya
Amal
Himyatul
Hidayah
(Prodi Farmasi FIK Universitas Darussalam Gontor)
Baca Bagian Pertama
-------------------------------
B.
Sejarah
Singkat Pengobatan dan Perkembangan Awal Bidang Kefarmasian
Pengobatan
yang semula menjadi tradisi penyembuhan dari penyakit yang diderita oleh seseorang
telah berjalan ribuan tahun, bahkan diperkirakan telah bersamaan dengan
keberadaan manusia di alam semesta. Pada awalnya kemampuan mengobati dan
meracik obat dipegang oleh satu orang dan praktiknya dijalankan secara
spekulatif, dipengaruhi oleh tahyul dan perdukunan (occultism). Ilmu Pengobatan ketika itu belum didasarkan atas
pengetahuan anatomi, farmakologi dan ilmu farmasi lainnya. Pengetahuan tabib
dan pengobatan kemudian berkembang di Yunani, Mesir, Cina, India dan berbagai
wilayah di Asia. Di Yunani kuno misalnya, mereka semula hanya percaya pada
pendeta sebagai orang yang dianggap mampu menjaga kesejahteraan rohani dan
jasmani rakyat, tentu termasuk pada penyembuhan. Lambat laun peran ini diambil
tabib, yang memperoleh ilmu pengobatan secara intuitif dan empiris. (Pane, A.H.
2000)
Di
zaman Yunani Kuno (ancient greek) terdapat seorang tabib yang
namanya melegenda dan sangat dikagumi oleh Hippocrates yakni Aesculapius
(Asclepius). Beliau diyakini sebagai putra Apollo dan Chronis. Dalam profesinya
sebagai tabib Aesculapius kerap dibantu oleh dua orang putrinya yakni Hygieia
dan Panacea. Tokoh-tokoh inilah yang meginspirasi Hippocrates, ketika beliau
mencetuskan simbol kedokteran dan farmasi. Simbol kedokteran dengan tongkat dan
ular diambil dari ciri Aesculapius yang digambarkan membawa tongkat yang
dililit ular. Sedangkan simbol farmasi dengan cawan dan ular sebagaimana
Hygieia (putri Aesculapius) digambarkan membawa cawan (media meracik obat) yang
kerap antara lain menggunakan bisa ular.
Pada
tahun 400 SM berdiri sekolah kedokteran dengan alumninya yang terkenal,
Hippocrates, tokoh yang disebutkan di atas. Hippocrates yang kemudian dikenal
sebagai Bapak Kedokteran, merasionalisasikan ilmu pengobatan dan meningkatkan
profesi tabib pada taraf etik yang tinggi. Kemudian muncul tokoh Yunani lain
bernama Galenus, seorang ahli meracik obat dari sari pati tumbuhan, sehingga
keterampilan meracik obat dari sari pati tumbuhan ini kemudian dikenal dengan
istilah Galenika.
Perkembangan
Ilmu dan Profesi Kefarmasian di Eropa ditandai ketika Kaisar Jerman Frederick
II pada tahun 1240 mengeluarkan maklumat untuk memisahkan farmasi dari
kedokteran, sehingga masing-masing ahli mempunyai kesadaan, standar etik,
pengetahuan dan keterampilan sendiri. Maklumat ini dikenal dengan “The Magna Carta of Pharmacy” yang berisi
tiga keputusan. Dengan maklumat ini maka keahlian farmasi menjadi profesi resmi yang terpisah
dari kedokteran, namun tetap mempunyai tujuan yang sama menolong orang sakit
dan meningatkan kesehatan manusia. Walaupun dari berbagai catatan sejarah
diketahui bahwa kemajuan Arab Islam di Abad Pertengahan menunjukkan pemisahan
praktek kefarmasian dari medis, terutama di kota Baghdad.
Pengaruh
Farmasi Arab Islam
Farmasi
Islam (Saydanah), yang merupakan seni mempersiapkan dan meracik obat, sudah
mulai dikenal di Jazirah Arab sejak abad kedelapan. Apotik disebut dalam bahasa
Arab sebagai Saydanah dan apoteker disebut dengan as-saydanani atau
as-saydalani. Aspek dan pengaruh Arab Islam dalam kebanyakan penulisan
barat tentang sejarah kedokteran dan farmasi seringkali tidak dinyatakan. Sedangkan pada hakikatnya
pencapaian sains dan budaya dunia Arab Islam begitu banyak mempengaruhi profesi
serta sumbangan pustaka farmasi di barat yang wujud hingga hari ini. (Pane, A. H., 2000; Zakaria Virk).
Sejarah
kedokteran (juga farmasi) Arab dapat dibagi menjadi tiga tahap: Yunani ke Arab,
Arab, dan Arab ke dalam bahasa Latin. Tahap pertama "Yunani ke Arab"
dimulai pada abad kedelapan saat Islam meliputi hampir dua-pertiga dari dunia
yang dikenal. Ini adalah periode penerjemahan naskah ilmiah dan filsafat Yunani
ke dalam bahasa Arab. Khalifah Baghdad ketika itu menyadari apa yang harus
dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani, dan pada masa pemerintahan al-Ma'mun dimana
Institusi "The House of Wisdom" didirikan untuk tujuan ini. Yang
paling terkenal dari semua penerjemah adalah Hunayn Ibn-Is'haq. Dia dan
timnya telah menerjemahkan sejumlah
besar naskah medis oleh Hippocrates dan Galen, karya filosofis oleh Plato dan
Aristoteles, dan karya matematika oleh Euclid dan Archimedes. Rumah sakit dan
sekolah kedokteran berkembang selama periode itu, pertama di Baghdad dan
kemudian di kota-kota provinsi utama. (Saad, B. 2014; Huguet, T. dan Termes.
2008)
Kecemerlangan
Arab Islam di abad pertengahan itu menjadi bukti kegigihan mereka dalam
membangun peradaban melalui ilmu pengetahuan. Berikut dapat kita lihat alur
transformasi ilmu pengetahuan terutama yang berkenaan dengan kedokteran dan
farmasi.
Figure : Development of Greco-Arab and Islamic
medicine (Source : Saad, B. 2014)
Setelah
periode pertama penerjemahan, dimana karya-karya utama dari Galen dan Hippocrates
telah dapat ditemukan dalam literatur yang berbahasa Arab. Pada fase ini umat
Kristiani kehilangan monopoli mereka
berkenaan dengan obat-obatan, Beberapa Ilmuan Muslim justru meraih Ilmu
kedokteran dan pengobatan sejajar dengan Ilmuan-Ilmuan Yunani yang terkemuka
ketika itu, dan bahkan berdiri jauh di atas pendahulunya. (Saad, B. 2014; Muazzam,
M.G. 1989). Beberapa ulama terkenal dari ilmu kedokteran Arab adalah: Al
Tabbari (838-870), Al Razi (Rhazes) (846- 930), Al Zahrawi (930-1013), Ibnu
Sina (980-1037), Ibnu Al Haitham (960 -1040), Ibnu Al Nafees (1213-1288), dan
Ibnu Khaldun (1332-1395).
Pada
perkembangan selanjutnya di Barat, dimana sebagian besar warisan medis Barat berasal
dari literatur Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Penerjemahan
literatur Arab ke dalam bahasa Latin
dilakukan pertama kali di Toledo,
serta di daerah Italia selatan Salerno. Berkat penerjemahan ini farmakologi
Islam mewarnai teks medis Eropa dari abad 13 hingga abad ke-19. Meskipun
demikian, seperti studi oleh Danielle
Jacquart dan Albert Dietrich, yang menurutnya masih terdapat kesenjangan besar mengenai
isu-isu kunci yang berkaitan dengan penerimaan farmakologi Islam dan farmasi di
Barat. (Huguet, T. dan Termes. 2008). Hal ini tentu menjadi menarik untuk
dicermati, terutama dalam perkembangan farmasi pada dekade terakhir ini. Merekonstruksi
sejarah masa silam menghidupkan konsep-konsep dasar di atas mana peradaban Islam yang
pernah dibangun.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.