Friday 6 December 2013

Pengalaman Dirawat di ‘Hospital’ Kuala Lumpur Malaysia


Pengalaman Dirawat di ‘Hospital’ Kuala Lumpur Malaysia





Oleh : Andi Himyatul Hidayah


 --------------------------

Pelayanan rumah sakit di Indonesia khususnya RS Pemerintah memang sudah sepatutnya dikritisi. Tidak seluruhnya buruk tapi sering kali kita menerima kesan out of patient oriented.  Saya sangat miris membaca artikel sdr. Febrialdi (dalam link tulisan ini) : Naila menghembuskan nafas terakhir  dipangkuan ibunya, sebelum sempat mendapatkan perawatan (rumah sakit, pen), akibat proses administrasi yang berbelit dan bertele-tele. Melihat kondisi Naila pada saat itu dengan nafas yang tersengal-sengal, harusnya segera mendapatkan perawatan darurat dulu tanpa ditanyakan urusan administrasi yang berbelit. Naila sempat dibawa orang tuanya ke Puskesmas. Kemudian diberikan surat rujukan untuk dirawat ke rumah sakit Lasinrang.

Pengalaman saya mendapat perawatan di Hospital Kuala Lumpur Malaysia dalam sebuah accident November 2012 lalu mungkin bisa disharing sebagai bahan perbandingan. Meskipun tidak seluruhnya dapat disandingkan dengan apa yang telah dialami oleh pasien meninggal Naila di Rumah Sakit Lasinrang, seperti pada tulisan Sdr. Febrialdi. Namun, yang sangat mengesankan ketika itu adalah tidak hanya pada kelengkapan instrument rumah sakit, tapi ‘bangunan’ sistem pelayanan medik sangat menunjang terciptanya orientasi pasien sebagai ‘primary goal’ di Rumah Sakit.

Berawal ketika saya mengalami kecelakaan (dilanggar kereta dalam bahasa Malaysia) di depan PWTC, Jl. Tun Ismail Kuala Lumpur oleh mobil Kembara. Tragis, karena driver-nya panik sehingga mobil tersebut terus bergerak sampai akhirnya saya ditemukan di bawah mobil. Bisa dibayangkan betapa sangat mengerikan karena ban mobil belakang berhenti di atas dada kiri saya. Saya dilarikan ke Rumah Sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri, dan semua saksi mata yang melihat saya di tempat kejadian menyimpulkan bila saya tidak akan bertahan. Tulang lengan kiri, tulang rusuk, tulang paha kanan dalam kondisi fracture (patah), dan paru-paru tidak mengembang karena tindihan ban mobil. Tapi Alhamdulillah, Allah SWT berkehendak lain.

Inilah yang sangat mengesankan ketika mendengar cerita tentang kesigapan pihak Hospital Kuala Lumpur dalam menangani ‘pesakit’ (pasien). Dokter-dokter ahli dan petugas rumah sakit bergerak sangat cepat tanpa tedeng aling-aling. Tidak ada pertanyaan ; pasien ini siapa, sudah urus administasi belum, sanggup bayar apa tidak, pesakit umum atau Askes ????. Pertanyaan itu urusan belakangan.

Setelah mendapat pemeriksaan dan tindakan medis secara lengkap dari berbagai dokter pakar (ahli), selanjutnya petugas rumah sakit memanggil keluarga pesakit untuk turut mendengarkan presentasi para dokter. Penjelasan yang komplit dan terang benderang tentang kondisi terkini pesakit dimana semua hasil scan, foto-foto X-Ray dan catatan medik dari masing-masing dokter dibacakan dan dijelaskan di depan keluarga pesakit dan rencana tindakan medis selanjutnya. Poinnya adalah semua informasi yang berkenaan adalah hak penderita dan atau keluarganya. Dan, setiap perkembangan yang terjadi dikomunikasikan dari hari ke hari tanpa perlu anda mengajukan pertanyaan, termasuk pada kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Mereka sangat komunikatif dan friendly. ‘Tidak angker, dan tidak sok ekslusif’.

Di sisi yang lain, dalam hal pelayanan kefarmasian, dimana semua obat-obatan, alkes dan bahan farmasi yang dibutuhkan oleh pasien selama dalam perawatan rumah sakit ditangani secara baik oleh pihak instalasi. Rumah sakit di Indonesia pun demikian, namun obat-obat dan bahan farmasi yang melimpah belum cukup dapat dimanage dengan baik oleh pihak Instalasi. Pengalaman saya dirawat di Hospital Kuala Lumpur tidak pernah sekalipun suami saya harus repot-repot memikirkan kebutuhan obat, alkes, dan bahan farmasi yang diperlukan selama dalam perawatan rumah sakit. Mereka pun sebenarnya seringkali kehabisan stok, tapi mereka tidak mendelegasikan tugas tersebut ke pihak pesakit atau penjaganya. Petugas Farmasi yang ditempatkan di setiap ward (bangsal) bertanggung jawab penuh terhadap semua kebutuhan farmasi yang diperlukan di ward tersebut, termasuk menangani bila ada keluhan pasien terhadap penggunaan obat.

Saya kira, mengkritisi sistem pelayanan rumah sakit di Indonesia tidak hanya pada sistem pelayanan administrasi rumah sakit saja, tapi pada banyak aspek. Menurut saya, apa yang dialami oleh Keluarga Naila di Rumah Sakit Lasinrang Sulawesi Selatan dapat saja terjadi di Rumah Sakit manapun di Indonesia sepanjang pemerintah tidak segera merombak standar pelayanan rumah sakit yang lebih ‘manusiawi’. Apa yang dialami oleh Keluarga Naila dan beberapa kasus yang serupa bukti nyata belum memadainya  sistem pelayanan rumah sakit di Indonesia. @ Andi Himyatul Hidayah

**********************

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.