MENGENAL
HIPERTENSI
(Tekanan Darah Tinggi)
Oleh : Andi Surya Amal
Andi Himyatul Hidayah’s Note : Hipertensi
atau lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi dapat menjadi indikator bagi
para klinisi dalam mendiagnosa berbagai gangguan penyakit. Berikut ini saya
sajikan satu artikel ringan Mengenal Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi). Sebuah
artikel ilmiah populer yang disajikan dengan bahasan yang sederhana. Ditulis
oleh my husband (Andi Surya Amal). Semoga bermanfaat.
________________________________
Pemeriksaan tekanan darah pertama kali
dilakukan oleh Reverend Stephen Hales, dengan mengukur tekanan darah seekor
kuda yang telah ditelentangkan dan diikat, dimasukkan tabung tembaga ke dalam arteria
crurisnya. Percobaan ini dilakukan pada tahun 1711. Pada tahun 1928 Jean
Pisevielle mengukur tekanan darah tikus dengan manometer mercury.
Baru pada permulaan abad ke 20, Riva
Rocci mengukur tekanan darah manusia dengan alat Sphygmomanometer yang serupa
dengan alat pengukur tekanan darah pada waktu sekarang. Tekanan sistolis
ditentukan pada waktu hilangnya tekanan nadi yang dirabanya dengan tangan pada
waktu pengisian cuff dengan udara. Pada
tahun 1905 Korotkoff menganjurkan pengukuran tekanan darah secara auskultatif
seperti sekarang, dengan stetoskop.
Penemuan ini menjadi terobosan dalam
dunia kedokteran sebagai upaya kesinambungan dalam menegakkan diagnosis
berbagai penyakit yang berhubungan dengan tekanan darah.
Secara garis besar terdapat dua macam
kelainan tekanan darah, antara lain yang dikenal sebagai hipertensi (tekanan darah tinggi), dan hipotensi (tekanan darah rendah). Pada umumnya yang lebih banyak
dihubungkan dengan kelainan tekanan darah adalah hipertensi, sedangkan
hipotensi seringkali dihubungkan dengan syok.
Hipertensi merupakan penyakit yang
prevalensinya cukup tinggi, diderita oleh 10% penduduk di negara-negara maju.
Disamping itu adanya efek dari hipertensi sebagai risiko terjadinya kerusakan
pada organ sasaran, seperti jantung, pembuluh darah otak, pembuluh darah
perifer, ginjal dan retina menarik perhatian untuk kemudian diadakan riset
serta penyebar luasan informasi berkenaan dengan berbagai aspek hipertensi.
HIPERTENSI
Jantung kita seringkali disamakan
dengan suatu pompa. Bila jantung menguncup (kontraksi), maka dengan pesat darah
dipompa keluar dan masuk ke dalam pembuluh nadi besar (aorta) dengan tekanan
yang agak kuat. Dari sini darah kemudian dialirkan ke dalam arteri-arteri dan
arteriole-arteriole lainnya secara berangsur-angsur dengan tekanan yang lebih
ringan. Tekanan ini adalah perlu agar supaya darah mencapai seluruh organ-organ
dan jaringan-jaringan serta dapat mengalir kembali ke jantung melalui
vena-vena.
Tekanan terhadap dinding-dinding
elastis dari arteri-arteri dapat diukur dengan satu alat pengukur khusus,
tekanan darah yang diperoleh biasanya dinyatakan sebagai mmHg (raksa), dapat
dibedakan antara tekanan darah (TD) sistolik yakni tensi di arteriole-arteriole
pada waktu jantung menguncup (sistolik), dan tekanan diastole yakni setelah
jantung kendor kembali. Jelaslah bahwa TD sistolik selalu lebih tinggi daripada
TD diastolik.
Kriteria tekanan darah tinggi
ditentukan oleh adanya kenaikan tekanan darah sistolik dan atau diastolik.
Tekanan darah sistolik yang normal rata-rata 120 mmHg dan diastolik rata-rata
80 mmHg dengan variasi yang tinggi yang masih dapat dikatakan normal untuk
sistolik sebesar 130-140 mmHg, dan untuk diastolik sampai 90 mmHg. Walaupun
demikian ada yang menyatakan bahwa tekanan darah sebesar 140/90 mmHg sudah
dimasukkan kategori tekanan darah tinggi ringan atau “Mild Hay Pretension”.
Pada umumnya dapat disimpulkan bahwa
tekanan darah yang sistolik lebih dari 160 mmHg, dan diastolik lebih dari 95
mmHg dianggapnya abnormal, dan tekanan darah yang sistolik kurang dari 140 mmHg
dan diastolik kurang dari 90 mmHg masih dalam keadaan normal. (WHO)
Klasifikasi hipertensi dibedakan
berdasarkan tinginya TD, derajat kerusakan organ dan etiologinya. Sebagai
gambaran klasifikasi menurut The Joint National Committee on Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, Amerika Serikat dalam
laporannya yang ke-6 pada tahun 1997 dan ke-7 pada tahun 2003 pada penderita 18
tahun ke atas sebagai berikut :
Merujuk pada JNC-7 (2003) di atas,
maka kategori hipertensi dibagi atas; Normal
(TDD < 80 mmHg dan TDS < 120 mmHg), Pre-Hipertensi
(TDD 80 - 89 mmHg dan TDS 120 – 139 mmHg), Hipertensi
Tingkat 1 (TDD 90-99 mmHg dan TDS 140 – 159 mmHg), Hipertensi Tingkat 2 (TDD ≥ 100 mmHg dan TDS ≥ 160 mmHg).
Klasifikasi tekanan darah tinggi
menurut etiologinya dibagi menjadi ; (1) Hipertensi esensial/primer, dan (2)
Hipertensi sekunder.
Hipertensi
esensial/primer dapat
didefinisikan sebagai suatu tekanan darah tinggi yang tidak diketahui
penyebabnya atau tanpa tanda-tanda kelainan organ di dalam tubuh. Diduga
berhubungan erat dengan kacaunya sistem pengendalian tekanan darah melalui
saraf, humoral dan hemodinamik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
fisiogenesis hipertensi esensial adalah keturunan atau adanya bakat genetik dan
pengaruh faktor luar seperti makanan yang banyak mengandung alkohol atau ‘soft
water’ yang banyak mengandung natrium. Di lain pihak faktor emosi atau psikososial
yang lainnya dapat berperan lebih dominan terhadap fisiogenesis hipertensi
esensial.
Hipertensi
sekunder adalah
tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat diidentifikasi. Penyebab hipertensi
ini terdiri dari kelainan organik seperti penyakit ginjal, kelainan pada
corteks adrenalis, feokromositoma, dan toksemia gravidarum serta adanya
pemakaian obat-obatan sejenis dengan kortikosteroid.
Dalam praktek klinik tidak jarang
dijumpai hipertensi sekunder berubah menjadi suatu hipertensi maligna yang sukar
diobati. Tanda-tandanya meliputi tekanan diastolik lebih dari 120 mmHg,
disertai komplikasi pada mata berupa pendarhan retina dengan/tanpa papiledema,
pendarahan otak, kegagalan jantung, dan kegagalan fungsi ginjal yang berat.
Regulasi
Tekanan Darah
Tubuh memiliki suatu sistem untuk
mengatur tingginya tensi, yakni sistem renin-angiotensin.
Sel-sel tertentu dari ginjal dapat memprodusir hormon renin, yang dilepaskannya bilamana TD di glomeruli menurun.
Hal ini terjadi bila jumlah darah yang mengalir melalui ginjal berkurang,
misalnya karena menurunnya volume darah atau karena penciutan setempat dari
arteri ginjal.
Dalam darah renin bergabung dengan
suatu zat protein tertentu dengan menghasilkan argiotensin yang antara lain memiliki khasiat meninggikan TD
sebagimana neurohormon noradrenalin (vasokonstriksi) atau dengan jalan sekresi
hormon aldosteron dengan retensi natrium dan naiknya volume darah – sebaliknya
TD yang dipertinggi merintangi pelepasan labih lanjut dari renin oleh ginjal
sehingga terjadinya keseimbangan.
Disamping regulasi hormonal tersebut
masih terdapat beberapa faktor fisiologi yang dapat mempengaruhi TD, yakni (1)
Volume pukulan jantung (cardiac output), yaitu jumlah darah yang ada
pada setiap kontraksi dipompa keluar jantung. Semakin besar volume ini semakin
tinggi TD. (2) Kekenyalan dinding-dinding arteri. Pembuluh-pembuluh yang
dinding-dindingnya sudah mengeras karena endapan-endapan kolesterol dan lemak
(arteriosclerosis) menyebabkan tekanan darah lebih tinggi daripada dinding yang
masih elastis. (3) Terlepasnya neurohormon-neurohormon, antara lain adrenalin
dan noradrenalin yang berhasil menciutkan pembuluh-pembuluh perifer hingga TD
naik.
Pengobatan Hipertensi
Tujuan pengobatan hipertensi adalah
untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat TD tinggi. Ini
berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi
ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan pengendalian
faktor-faktor risiko kardiovakuler lainnya. Telah terbukti bahwa makin rendah
TD diastolik dan sistolik makin baik prognosisnya.
Pengobatan hipertensi pada
penderita-penderita muda dan umur pertenghan adalah menurunkan tekanan darah
sampai kira-kira 120/80 mmHg kalau
mungkin. Selain dengan antihipertensi, pengobatan hipertensi harus disertai
dengan kontrol terhadap faktor risiko seperti : kontrol terhadap obesitas,
menghentikan kebiasaan merokok, mengurangi asupan alkohol dan garam, kontrol
terhadap kelainan metabolisme (seperti hiperlipidemia, diabetes mellitus).
Untuk terapi hipertensi telah beragam
obat-obat pilihan yang penggunaannya selayaknya di bawah pengawasan dokter. Ada
baiknya penulis memaparkan klasifikasi umum obat-obat antihipertensi sebagai
berikut :
- Diuretika, meliputi : thiazid dan derivatnya (HCT, bendrofluazid, siklopentiazid, klortalidon, klopamin mefruzid, xipamid), serta loop diuretics (furosemid, bumetanid, asam etakrinat), dan potassium sparing diuretics (triamteren, spironolakton, amilorid).
- Simpatolitik, meliputi : yang bekerja sentral (metildopa, klonidin, quanabenz, quanfasin), beta-bocker (propranolol, metoprolol, atenolol, asebutolol, nadolol oksprenolol), alpha-bolcker (prazosin, fenoksibenzamin, pentolamin), campuran antagonis alfa-beta (labetalol), obat penghambat ganglion (trimetafan).
- ACE-Inhibitor (kaptopril, enalapril, lisinopril, ramipril, perindopril, quinapril, benazepril).
Efek-Efek Samping Obat-Obat Hipertensi
Praktis semua obat
hipertensi menimbulkan efek-efek samping umum, misalnya hidung mampat (karena
vasodilatasi mukosa), dan mulut kering, bradycardia (terkecuali hidralazin;
justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan-gangguan lambung-usus (mual,
diarrhea) dan penglihatan, adakalanya impotensi. Efek-efek ini seringkali
bersifat sementara yang lenyap dalam waktu 1-2 minggu dan dapat dikurangi atau
dihindarkan sama sekali dengan cara pentakaran khusus, yaitu mulai pengobatan
dengan dosis rendah yang berangsur-angsur dinaikkan. Begitu pula waktu menelan
obat, sebaiknya setelah makan terutama untuk yang bekerja keras agar kadar
plasma tidak mencapai puncak-puncak tinggi (dengan akibat ortostatik)
Lebih serius adalah
beberapa efak samping sebagai berikut : (1)
hipotensi ortostatik, yakni turunnya TD lebih keras bila tubuh tegak (orto)
daripada dalam keadaan berbaring. Efek
sampingnya ini adalah sangat hebat pada perintang-perintang ganglion dan
lebih ringan pada simpatolitika lainnya dan zat-zat sentral, beta blockers
tidak menimbulkan efek ini. (2) depresi,
terutama pada obat-obat yang berkhasiat sentral, khususnya reserpin dan
metildopa, juga banyak beta blockers, antara lain propranolol, alprenolol, dan
metoprolol. (3) retensi garam dan air
dengan bertambahnya berat badan atau dengan udema, antara lain reserpin,
metildopa, hidralazin, quanetidin, dan perintang-perintang ganglion, efek
samping ini dapat dilawan dengan mudah bila obat-obat ini dikombinasi dengan
suatu diureika.
Tulisan ini semoga dapat memberikan
gambaran tentang hipertensi (tekanan darah tinggi), dimana penyakit ini prevalensinya
cukup tinggi. Penulis menyarankan perlunya pemeriksaan secara berkala, dan yang
terpenting adalah melakukan upaya-upaya pencegahan dengan membiasakan pola
hidup sehat, dan melakukan olah raga secara teratur. **********
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.